Masih kah ada rasa Gembira menjelang bulan Puasa?
“Beredar sang bumi mengelilingi matahari”
Mudah -
mudahan tahun ini dengan ridlo Allah SWT kita akan bersama-sama memasuki bulan
puasa dengan suasana yang semarak
seperti tahun-tahun tanpa pandemic. Kita kangen ramainya masjid dan mushala
untuk melaksanakan kegiatan keagamaan, baik anak-anak, remaja, ibu-ibu , bapak
–bapak tanpa adanya pembatasan –pembatasan
maupun aturan yang kadang direspon
dengan pandangan yang berbeda dari kalangan masyarakat muslim sendiri. Waktu
adanya aturan pembatasan kita masih ingat dari soal masjid ditutup, jamaah
jum’at ditiadakan,shalat jamaah dirumah masing-masing, shalat tarwih dan
tadarus dibatasi , dan lain sebagianya. Menjadi isu yang kadang mem face to face kan dengan soal keimanan
seseorang, malah kadang menjadi pemantik perpecahan diantara jamaah menyikapi
pembatasan kegiatan yang melibatkan banyak orang. Juga merambah kepada budaya
mudik di bulan syawal yang notabene nya sudah menjadi suatu rangkain perayaan
hari raya Idul Fitri. Pada waktu itu umumnya merasa jengah dengan pembatasan
bepergian sehingga tidak bisa lagi berkunjung kepada orang tua , sanak saudara,kerabat,
handai taulan , sahib dan teman. Walaupun era sekarang komunikasi dan silaturahmi
bisa dilakukan dengan media virtual : zoom, googlemeet, maupun videoWhaataps,
tapi semua itu belum cukup untuk memuaskan bila dibandingkan bisa bertemu
secara langsung untuk melepas kangen.
Suasana bulan
puasa dan syawal dua tahun lalu, diam-diam telah “mendikte” kita juga. Apakah
kita tetap merasakan gembira dalam suasana yang tidak seperti biasanya, atau
jangan-jangan merasakan kehilangan suasana gembira kita setiap datang bulan
puasa? Pertanyaan yang bisa dijawab oleh diri kita sendiri. Gembira dalam KBBI
dapat diartikan suka,bahagia,bangga,senang . Dan kegembiraan bulan puasa yang
seperti apa sih yang harus kita rasakan? Bila mengingat masa kanak kanak, gembira
dibulan puasa identik dengan banyaknya makanan,buka dan saur bersama, mainan
petasan,kembang api, ramai-ramai ke masjid/mushola. Beranjak remaja gembiranya
saat sore tiba bertebaran dijalanan dengan istilah ngabuburit , kemudian
setelah dewasa dan menjadi orang tua tentunya kegembiraan tidak berhenti pada
hal-hal tsb. Suasana kebatinan bulan
puasa oleh Allah SWT dijadikan bulan
yang penuh berkah , dibukanya pintu-pintu syurga, dibelenggunya syaitan yang
berefek pada kegairahan beribadah, ini menjadi sinyal yang harus ditangkap
dalam hati kita, sehingga akan selalu mengisinya dengan menjalankan ritual spiritual
sesuai dengan tuntunanNya. Ditengah-tengah zaman yang menawarkan
kegembiraan fisikal , juga kadang
membungkus dengan kegemerlapan, kebendaan, ke-glowing-an, penampilan, kenikmatan dan berbagai sajian makan,
maupun hal-hal yang hedonis. Dan itu
semua tanpa disadari telah bersenyawa dengan kehidupan kita pada umumnya tak
terkecuali di bulan puasa, hinga bisa terjebak pada kegembiraan semu pada bulan
puasa.
Baginda
Rosulullah dalam salah satu sabdanya “ Bagi Orang yang berpuasa akan
mendapatkan dua kebahagiaan yaitu
kebahagian ketika dia berbuka dan kebahagiaan
ketika berjumpa dengan Rabbnya” ( HR.Bukhari).
Kalau kita telisik dari hadist tersebut menunjukkan ada sisi kebahagian yang
sifatnya fisik yakni saat berbuka puasa, tidak hanya beraneka ragam makanan dan
minuman disiapkan tapi juga berbagai aktifitas dilakukan untuk menunggu
datangnya adzan mangrib. Itu kita rasakan sebagai kebahagian karena telah
menyelesaikan satu hari puasa. Adapun kebahagiaan yang kedua mengandung makna
ruhaniah / ukhrowiyah yang sebenarnya menjadi tujuan akhir dari semua amal
peribadatan kita yaitu kebahagiaan saat berjumpa dengan Tuhan Allah SWT. Ini
mengandung arti lebih pada tataran kualitas puasa yang akan kita jalankan,
terlebih dalam suatu hadist qudsi dijelaskan bahwa ibadah puasa adalah ibadah
khusus atau “intim” karena untukKu ,Akulah yang akan memberi pahalanya,
‘Kata Allah’.
Dengan
mengetahui esensi kebahagiaan bagi orang yang berpuasa , tentunya kita akan
berusaha untuk menggapainya tidak hanya berhenti pada kebahagian yang sifatnya
fisikal namun berorietasi pada kebahagiaan yang sifatnya ruhani. Hingga kelak
saat berjumpa dengan Sang Kekasih Yang Maha Kuasa dapat merasakan kebahagiaan
yang un-limited
bahkan belum pernah kita rasakan didunia ini, Bersua dengan Rabb dan diganjar
dengan syurgaNya. Semoga saat ini kita termasuk orang-orang yang masih merasa
bahagia dengan datangnya bulan puasa , bahagia karena masih diberikan
kesempatan menjalankan amalan yang hanya diperuntukan kepada Allah SWT, Amiin.
Komentar
Posting Komentar